Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2008) menjelaskan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas proses sistem pembelajaran, antara lain faktor guru, faktor siswa, fasilitas, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

 

a. Faktor guru
Guru merupakan salah satu komponen yang paling menentukan dalam pelaksanaan strategi pembelajaran di kelas. Pada saat ini komponen guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Artinya, tidak peduli seberapa baik dan idealnya sebuah strategi pembelajaran dirancang, jika faktor kemampuan guru tidak mendukung penerapannya maka strategi tersebut hanya bagus di atas kertas. Setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah proses pemberian bantuan kepada siswa. Masing-masing perbedaan tersebut dapat mempengaruhi baik dalam penyusunan strategi maupun pelaksanaan pembelajaran. Peran guru yang sangat penting ini akan lebih terasa pada anak usia pendidikan dasar, yang sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai media yang berkembang saat ini seperti: televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, di tingkat dasar, sangat membutuhkan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau contoh bagi siswa yang dia ajar, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (pengelola pembelajaran). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Oleh karena itu, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Norman Kirby (1981) menyatakan : “satu penekanan yang mendasarinya harus terlihat: bahwa kualitas guru adalah fitur penting dan konstan dalam keberhasilan sistem pendidikan apa pun .”
Menurut Dunkin (1974) ada tiga aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dalam hal faktor guru, yaitu ‘pengalaman formatif guru’, ‘pengalaman pelatihan guru’, dan ‘sifat guru’.
1) Pengalaman formatif guru, meliputi gender serta semua pengalaman hidup guru yang berlatar belakang sosial mereka. Termasuk dalam aspek ini termasuk tempat asal guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat. Juga keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang relatif mampu atau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga yang harmonis atau tidak.
2) Pengalaman pelatihan guru, termasuk pengalaman yang berkaitan dengan kegiatan guru dan latar belakang pendidikan, misalnya pengalaman pelatihan profesional, tingkat pendidikan, pengalaman posisi, dan sebagainya.
3) Sifat guru adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru, kemampuan atau kecerdasan guru, motivasi dan kemampuan mereka.
Dengan kata lain, faktor guru dalam sistem pembelajaran merupakan salah satu faktor yang saat ini sangat dominan pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan menuntut guru untuk memiliki kompetensi profesional yang dibuktikan dengan lulus sertifikasi profesi guru.

Bagaimana seorang pendidik bisa dikatakan profesional? Beberapa ahli menyarankan hal-hal berikut: Robert F. McNergney (dari University of Virginia) dan Carol A. Carrier (University of Minnesota) menyatakan bahwa ada dua tugas dan perilaku guru yang merupakan refleksi profesional dalam tugas: (1) memiliki komitmen tinggi kepada siswa dan (2) memiliki komitmen tinggi terhadap profesi itu sendiri. Dalam perspektif lain, namun masih dalam arah konsep yang sama Glickman (1987) mengungkapkan dua indikator yang dapat menggambarkan refleksi sikap dan perilaku profesionalisme guru dalam menjalankan tugas profesi mengajarnya. Kedua indikator tersebut adalah: (1) Komitmen guru (komitmen guru terhadap pelaksanaan tugas sebagai guru) dan (2) Kemampuan guru untuk berpikir secara abstrak (kemampuan guru untuk memiliki wawasan dan mengembangkan dirinya menjadi seorang ahli dengan kemampuan tinggi).
Di sisi lain, pendidik juga harus memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Langeveld menyatakan bahwa ada tiga hal yang membentuk otoritas, yaitu: (1) “kepercayaan” (kepercayaan diri dan percaya bahwa peserta didik apapun keadaannya dapat dididik), (2) “welas asih” yang adil dalam kasih sayang kepada semua peserta didik, tidak ada anak emas dan sebagainya), dan (3) “kemampuan” (yaitu kemampuan pendidik untuk mengembangkan diri baik mengenai kemampuan menguasai materi ajar dan kemampuan untuk melaksanakan prosedur dan pendekatan proses pembelajaran).

Masalah guru/pendidik biasanya berkisar pada masalah kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan dan etos kerja serta komitmen profesional. Terkait dengan guru profesional sebagaimana dijelaskan di atas, Indra Jati Sidi (2001) mengungkapkan bahwa calon guru tidak hanya muncul sebagai guru karena fungsinya telah menonjol selama ini, tetapi juga sebagai pembina, konselor dan pengelola pembelajaran.
Sebagai pelatih, guru mendorong peserta didik untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi mungkin, membantu menghargai nilai pembelajaran dan pengetahuan. Sebagai seorang konselor, guru memainkan peran sebagai teman siswa, menjadi contoh dalam diri orang yang mengandung rasa hormat dan keakraban siswa.
Sebagai manajer pembelajaran, guru membimbing peserta didik untuk selalu belajar, mengambil inisiatif dan mengeluarkan ide-ide bagus yang dimilikinya.

 

b. Faktor siswa

Peserta didik adalah subjek peserta didik, ia bukanlah objek pendidikan yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan dari otak guru seperti halnya dengan botol yang siap diisi dengan air sampai penuh. Sebagai mata pelajaran pendidikan ia memiliki otonomi diri yang ingin diakui keberadaannya sesuai dengan potensi kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Dalam subjek yang dipelajari ada perasaan ingin mengembangkan diri secara konstan. Oleh karena itu, ada beberapa hal terkait mahasiswa tersebut yang sangat perlu dipahami oleh seorang pendidik atau calon pendidik. Beberapa ciri-ciri peserta didik yang perlu mendapatkan perhatian dan pemahaman yang baik dari seorang pendidik adalah sebagai berikut:
1) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga mereka adalah orang yang unik
Anak sejak lahir memiliki potensi bakat dan kemampuan potensial yang dimilikinya. Kemampuan ini membutuhkan upaya untuk mengembangkannya dengan cepat dan tepat. Segala potensi yang dimiliki anak-anak harus diaktualisasikan secara terarah. Untuk itu, diperlukan upaya dan bimbingan pendidikan dalam mengarahkan aktualisasi potensi secara optimal.
2) Individu yang muncul
Karena di dalam rahim seorang anak terus mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan ini terjadi secara bertahap sesuai dengan fase perkembangannya. Setiap fase perkembangan memiliki perbedaan minat, kebutuhan, kecerdasan emosional, dan lain-lain. Selain itu ada fase kritis untuk perkembangan anak, dan fase ini sangat menentukan perkembangan kecerdasan anak. Fase-fase perkembangan ini harus diketahui secara mendalam oleh seorang guru atau calon pendidik, sehingga dalam praktiknya sebagai guru dapat mengadaptasi berbagai pendekatan, materi dan sebagainya dengan tingkat dan fase perkembangan peserta didik. Dengan demikian, perkembangan dan pertumbuhan peserta didik dapat lebih optimal.
3) Individu yang membutuhkan bimbingan individu dan perlakuan manusiawi
Mengingat tumbuh kembang anak melalui berbagai tahapan/fase perkembangan, pada setiap tahap pertumbuhan, anak sering dihadapkan pada keterbatasan kemampuan atau ketidakberdayaan dalam mengarah pada perkembangan dan pertumbuhan yang optimal. Untuk itu diperlukan upaya bimbingan dan arahan serta pengaruh dari orang dewasa (pendidik) agar perkembangannya dapat berjalan dengan lancar.

Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, ditekankan bahwa mahasiswa berhak untuk:
a) Memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama masing-masing dan diajarkan oleh tenaga pendidik agama.
b) Memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
c) Memperoleh beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.
d) Memperoleh biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu.
e) Pindah ke program pendidikan yang sesuai rencana dan unit pendidikan lain yang setara.
f) Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

Dari hak-hak siswa yang diatur oleh undang-undang, tampaknya peran guru akan sangat penting dalam pelaksanaan poin a, b, dan f, karena pelaksanaan ketiga item tersebut menuntut guru untuk memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi. Terutama dalam mewujudkan pembelajaran berdasarkan bakat, minat, dan kemampuan siswa. Hal yang sama juga menuntut guru untuk sangat profesional untuk dapat mewujudkan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing siswa. Ini tidak dapat dilakukan oleh guru yang tidak profesional.
Hak-hak yang diatur oleh undang-undang menggambarkan pentingnya peran siswa dalam proses pembelajaran, yang berarti bahwa proses pembelajaran harus berpusat pada siswa.

4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri
Dalam seorang pembelajar ada potensi dan kecenderungan untuk membebaskan diri dari ketergantungannya dengan orang dewasa, padahal sebenarnya ia belum dewasa atau belum mampu mandiri dalam menjalani perkembangannya. Hal ini perlu dipahami oleh pendidik untuk tidak memaksakan kehendaknya agar siswa melakukan seperti diri sendiri/sesuai dengan pola yang telah ditentukan oleh guru. Artinya peserta didik akan berkembang sesuai dengan potensinya sendiri, tidak dapat dibentuk sesuai dengan kehendak guru seperti potensi yang terkandung dalam guru. Oleh karena itu, kemandirian harus mulai ditanamkan oleh pendidik sejak usia dini.
Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dalam hal aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut Pengalaman formatif murid serta sifat murid.
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat lahir, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga tempat siswa berada, dan lain-lain; sedangkan dilihat dari sifat-sifat yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda yang dapat dikelompokkan pada siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi biasanya ditunjukkan dengan motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian, dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Sebaliknya, siswa yang tergolong kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaan tersebut menuntut perlakuan yang berbeda baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar.
Hal yang sama terjadi dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya, akan mempengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang tidak memilikinya. Sikap dan penampilan siswa di kelas juga merupakan aspek lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Ada kalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hiperkinetik) dan ada juga siswa yang pendiam, tidak sedikit juga yang ditemukan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. Semua itu akan mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Sebab, bagaimanapun, faktor siswa dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi belajar.

c. Faktor Sarana dan Prasarana
Fasilitas adalah segala sesuatu yang secara langsung mendukung kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan infrastruktur adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, toilet, dan sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Ada beberapa keunggulan bagi sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan semangat dan motivasi guru mengajar. Pengajaran dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Jika pengajaran dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka diperlukan fasilitas pembelajaran berupa alat dan materi yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien; sedangkan ketika mengajar dipandang sebagai proses pengaturan lingkungan sehingga mahasiswa dapat belajar, diperlukan fasilitas yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Dengan demikian, ketersediaan sarana yang lengkap memungkinkan guru untuk memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk menjalankan fungsi mengajarnya; ketersediaan ini dapat meningkatkan semangat mengajar mereka. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan bagi mahasiswa untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Siswa dari tipe auditif akan merasa lebih mudah untuk belajar melalui pendengaran; sedangkan tipe siswa dengan tipe visual akan lebih mudah dipelajari melalui visi. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan mahasiswa dalam menentukan pilihan dalam pembelajaran.

 

d. Faktor lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peserta didik. Lingkungan ini dapat terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, agar proses pendidikan yang baik dapat terjadi, maka harus dipersiapkan lingkungan yang kondusif bagi kelanjutan proses pendidikan. Di antara berbagai lingkungan yang disebutkan di atas, yang memiliki pengaruh yang sangat besar pada pembentukan kepribadian anak, terlebih lagi pada anak TK dan SD adalah lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga akan terbentuk sikap, kepribadian, dan penanaman nilai-
nilai-nilai luhur, sehingga semakin baik lingkungan keluarga, maka semakin mudah bagi sekolah untuk membentuk sikap dan nilai-nilai kepribadian siswa.
Ki Hajar Dewantara menyatakan, tiga pusat pendidikan akan menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan, dua dari tiga pusat pendidikan tersebut pada dasarnya merupakan faktor lingkungan, yaitu lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Anwar (2003) menyatakan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga diarahkan pada perkembangan pribadi anak-anak sehingga nantinya mereka mampu menjalankan kehidupannya sebagai manusia dewasa. Perhatian lebih dicurahkan pada upaya-upaya untuk meletakkan pendidikan yang mendasari perluasan pemikiran, sikap dan perilaku sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat sekitar. Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga harus mampu menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: Ing ngarso sung tulodo (orang tua harus mampu menjadi panutan bagi anak-anak di lingkungannya), Ing madyo mangun karso (memberikan dorongan dan dorongan kepada anak) dan tut wuri handayani (orang tua memberikan dorongan kepada anak, prinsip ini menggambarkan orang tua yang mengarahkan potensi yang ada pada anak yang dikembangkan sesuai dengan bakat dan minat yang ada. Prinsip ini mengajarkan kita bahwa orang tua perlu memandikan anak-anak untuk menumbuhkan kreativitas dan inovasi dari anak-anak).
1) Anwar et al (2003) mengemukakan bahwa metode pendidikan yang digunakan dalam pendidikan keluarga adalah keteladanan, keterlibatan langsung, nasihat, pengawasan, sindiran dan jika hukuman diperlukan.
2) Lingkungan lain yang juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan adalah lingkungan masyarakat. Jika kita mengamati kehidupan seorang anak 24 jam sehari semalam, tampaknya lebih banyak waktu bagi anak untuk berada di lingkungan masyarakat dan keluarga. Jika kita merinci anak tersebut berada di sekolah dari pukul 07.30 hingga 14.30 atau sekitar 7 hingga 8 jam dalam satu hari. Sisanya 16 hingga 17 jam berada di lingkungan keluarga atau masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan tidak akan berhasil jika lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga tidak mendukung apa yang dilakukan sekolah. Untuk itu, perlu adanya tindakan bersama dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung upaya sekolah dalam proses pendidikan.
3) Pentingnya faktor lingkungan dalam mempengaruhi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan tumbuh kembang pribadi, juga terungkap dari penjelasan Dolet Unaradjan (2003) bahwa tumbuh kembang pribadi dimungkinkan oleh potensi internal dan kondisi eksternal setiap manusia, yaitu lingkungan sekitar.
4) Lingkungan dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan pada dasarnya adalah keadaan di sekitar manusia yang memungkinkannya untuk hidup sebagai orang normal, baik kondisi fisik maupun kondisi nonfisik, termasuk dalam hal ini manusia lain di mana orang yang bersangkutan berinteraksi satu sama lain.
5) Dalam konteks pembentukan nilai-nilai kepribadian dan sikap untuk anak usia dini, komunikasi antara lembaga pendidikan dan orang tua siswa menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *